Buku
Peer Perilaku Sosial pada Penyandang Disabilitas Cerebral Palsy
Daftar Isi
BAB 1
Memahami Cerebral Palsy
Berbagai hambatan yang dialami anak Cerebral Palsy menuntut banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam pembelajaran mereka. Keragaman individu penyandang Cerebral Palsy dalam hal mobilitas, intelektual, gangguangangguan lain dalam system saraf memberi pengaruh yang tidak kecil dalam membantu mereka belajar. Merujuk pada tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, seperti manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Mencermati tujuan pendidikan di atas, sangatlah sulit bagi anak Cerebral Palsy untuk menggapai tujuan itu mengingat sangat idealnya tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai itu. Dari sisi mencerdaskan kehidupan bangsa saja, sebagian besar dari mereka tak mungkin bias mencapai criteria cerdas karena selain mereka terganggu mobilitasnya, juga terganggu kecerdasannya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Stephen dan Hawks (1983:420) yang tersurat dalam buku Educting Exceptional Children menyatakan “…..estimated that 40 to 60 percent of children with cerebral palsy were mentally retarded”. Tuntutan kesehatan jasmani dan rohani pun akan mendapat kendala mengingat ada beberapa prasyarat untuk mencapai kondisi itu. Kepribadian yang mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dapat diwujudkan sekalipun implementasinya pasti berbeda dengan siswa pada umumnya.
A. Apa Itu Cerebral Palsy?
Secara etimologis Cerebral Palsy berasal dari dua kata yaitu cerebral atau cerebrum yang berarti otak, dan palsy yang berarti kelayuhan atau lesi atau kerusakan pada otak yang bermanifestasi pada fungsi-fungsi tubuh yang dipersarafinya. Bagian otak yang rusak yaitu pada pusat motorik di otak yaitu Gyrus Precentralis. Gyrus Precentralis terbagi lagi menjadi beberapa area diantaranya system Piramidalis dan Extrapiramidalis. Kerusakan pada area tertentu memberikan tampilan jenis-jenis cerebral palsy. Beberapa symptom yang dapat kita lihat pada anak cerebral palsy yaitu adanya gangguan motorik (gerak), postur tubuh yang miring ke kiri atau ke kanan (skoliosis),tulang belakang melengkung ke belakang (kiposis), atau tulang punggung melengkung ke depan (lordosis). Diantara mereka banyak yang mengalami kesulitan dalam belajar, juga terdapat gangguan lain seperti gangguan persepsi visual, auditif, bahkan gangguan bicara. Kenyataan seperti itu diperkuat oleh pernyataan World Commission on Cerebral Palsy bahwa : “Cerebral Palsy adalah suatu sindroma dimana terdapat gangguan terutama system motorik, sikap tubuh,pergerakan otot, dengan atau tanpa keterbelakangn mental, dapat disertai gejala saraf lainnya yang disebabkan disfungsi otak sebelum perkembangannya sempurna (Venusri Latief : 1987:3 ).
Berdasarkan type gangguan motoriknya Denhof:1976 dalam buku Exceptional Children (1983:329) menjelaskan bahwa: “Classification according to type of motor disabilitity typically includes the following catagories : Spasticity, Athetosis, Ataxia, Rigidity Cerebral Palsy, Tremor Cerebral Palsy, and Mixed Cerebral Palsy. Selain katagori gangguan motoriknya, Denhof mengklasifikasi anak CP berdasarkan anggota gerak yang rusak yaitu: “Cerebral Palsy individuals falling into each class, may be summarized as follow: Hemiplegia, Diplegia, Quadriplegia, Paraplegia, Monoplegia, Triplegia, dan Double Hemiplegia”.
B. Jenis-jenis Cerebral Palsy
Cerebral palsy memiliki beberapa jenis berdasarkan jenis gangguan gerakan yang terjadi. Setiap jenis memiliki karakteristik yang berbeda, dan pengaruhnya terhadap kehidupan penyandangnya juga bervariasi. Berikut adalah beberapa jenis cerebral palsy yang paling umum:
- Spastik
Jenis cerebral palsy yang paling umum adalah cerebral palsy spastik, yang ditandai dengan otot-otot yang kaku dan ketegangan berlebihan. Penyandang cerebral palsy spastik sering kesulitan menggerakkan bagian tubuh tertentu karena otot-otot mereka terlalu kaku. Gangguan ini dapat memengaruhi satu sisi tubuh (hemiplegia), kedua kaki (diplegia), atau seluruh tubuh (quadriplegia) (Damiano et al., 2014). - Athetosis(Dyskinesia)
Penyandang cerebral palsy tipe ini mengalami gerakan yang tidak terkontrol, seperti menggeliat atau bergoyang. Gerakan ini dapat mempengaruhi tangan, kaki, atau wajah. Tipe ini sering kali menyebabkan kesulitan dalam menjaga postur tubuh yang stabil dan melakukan gerakan terkoordinasi (Jahnsen et al., 2004). - Ataksia
Cerebral palsy ataksia memengaruhi keseimbangan dan koordinasi. Penyandang kondisi ini sering merasa kesulitan untuk berjalan, dan pergerakan tubuh mereka cenderung tidak stabil. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan saat melakukan tugas-tugas yang membutuhkan ketepatan gerakan, seperti menulis atau mengambil benda (Koman et al., 2004). - Campuran
Pada beberapa kasus, seorang penyandang cerebral palsy mungkin mengalami kombinasi dari beberapa jenis gangguan motorik. Misalnya, seseorang mungkin mengalami spastik pada satu bagian tubuh dan ataksia pada bagian tubuh lainnya (Rosenbaum et al., 2007).
C. Dampak Cerebral Palsy pada Kehidupan Sehari-hari
Hambatan-hambatan Anak Cerebral Palsy Sekalipun hambatan anak CP begitu kuas dan kompleks bahkan pada awal mulanya diperkenalkan istilah CP disebut little’s desease tetapi CP bukanlah suatu penyakit sekalipn banyak menimbulkan gangguan sebagaimana dinyatakan oleh Cruickshank (1976) dalam buku Exceptional Children (1982 : 330 ) yaitu : “when the brain is demaged, sensory ability, cognitive function’s and emotional responsiveness as well as motor performances are ussually affected. A very high proportion of children with CP will be found to have hearing impairement’s, visual impairement’s, perceptual disorders, speech deefects, behavior disorders, mental retardation, or some combination of several of these handicapping conditions in addition to motor disability. They may also exhibit unpleasant caracteristics such as drooling or facial contortions”.
- Gangguan Motorik Gangguan motorik anak CP dapat berupa kesulitan berpindah tempat (mobilitas), bergerak dan berjalan. Hal ini karena kelumpuhan atau kekakuan dari salah satu anggota gerak bagian atas dan bawah. Gangguan koordinasi antara otot, tulang, persendian merupakan akibat kerusakan otaknya. Kerusakan pada system Piramidalis dan ekstrapiramidalis yang mengatur system motorik manusia, menyebabkan anak CP mengalami kekakuan, kelumpuhan ,gerakan-gerakan involunter yang tak dapat dikendalikan. Disaming itu anak CP ada yang berjalan terhuyunghuyung, pola jalan menggunting, tidak ada keseimbangan, karena kerusakan terjadi pada otak kecil (Cerebellum). Dengan gangguan motorik ini anak sulit melakukan aktvitas hidup sehari-hari di rumah dan di sekolahBerkaitan dengan akademik, anak sulit untuk menulis dan berolah raga. Di rumah anak akan kesulitan untuk: makan, minum, mandi, ke toilet, berpakaian, menanggalkan pakaian dsb.
- Gangguan Sensoris Luasnya kerusakan di otak berakibat pada system sensoris seperti; kelainan penglihatan, pendengaran, perabaan, bahkan sensasi rasa pengecapan. Gangguan penglihatan disebabkan gangguan pada saraf periper yang mengatur pekerjaan bola mata. Gangguannya dapat berupa juling( Strabismus), Astigmatis, dan kelainan mata lain yang disebabkan oleh tremor bola mata, yang menyebabkan bola mata bergerakgerak sehingga penglihatan menjadi tidak jelas.
- Gangguan Berbicara Area Brocca yang menjadi pusat bahasa di otak yang ikut terganggu karena luasnya kerusakan di otak menyebabkan anak sulit memahami bahasa. Disamping sulit memahami bahasa, gangguan akan bertambah kompleks bila otototot mulut, lidah dan otot artikulasi lainnya terganggu, anak akan kesulitan untuk berkomunikasi. Hal ini wajar dialami oleh anak CP karena otot-otot lidah, mulut, dan pipi dipesarafi oleh saraf periper di otak.
- Gangguan Kecerdasan Seperti diungkapkan oleh Stephen dan Hawks bahwa 40 sampai 60 persen anak CP berada pada katagori retardasi mental, maka kesulitan belajar sudah pasti terjadi. Kesulitan belajar menuntut cara dan modifikasi dalam pembelajaran. Cara mengajar buat mereka menuntut penempatan yang tepat, sehingga asessmen untuk melihat kemampuan, ketidakmampuan, dan kebutuhan anak menjadi satu keharusan. Setelah mengetahui kebutuhan anak maka disusunlah program pembelajaran individual (PPI), yang pelaskanaan pembelajarannyabis a dalam setting klasikal atau individual. Modifikasi alat dapat berupa alat tulis menulis atau alat pembelajaran lainnya dalam pelajaran ADL , alat lain yang dimodifikasi untuk kepentingan belajar seperti meja dan kursi, serta alat mobilitas di sekolah.
- Gangguan Emosi dan Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial anak Cerebral Palsy menjadi terhambat hubungan sosialnya mengingat, adanya hambatan yang menjadi sarat setiap orang untuk melakukan hubungan social . Persaratan yang dimaksud seperti; keterampilan berkomunikasi, adanya kemampuan mobilitas, keberanian, dan kemauan untuk bergaul. Hasil penelitian Sawrey dan Telford, 1975 dalam Ortopedagogik Anak Tunadaksa (Musjafak Assjari: 1995:71) menyatakan bahwa: “kecacatan yang terdapat pada diri anak, respond an sikap masyarakat mempengaruhi pembentukan pribadi anakanak cerebral palsy secara umum, dan khususnya yang berkaitan dengan konsep dirinya”.

D. Peran Keluarga dan Masyarakat
Pentingnya dukungan dari keluarga dan masyarakat tidak bisa diabaikan. Keluarga adalah orang pertama yang memberikan dukungan emosional dan fisik, membantu penyandang cerebral palsy untuk mengakses perawatan medis dan pendidikan yang mereka butuhkan. Dukungan ini sangat vital dalam membantu mereka mencapai potensi penuh mereka.
Di sisi lain, masyarakat juga memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif bagi penyandang cerebral palsy. Hal ini bisa mencakup perubahan dalam pola pikir dan sikap terhadap disabilitas, penyediaan fasilitas yang ramah disabilitas, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial tanpa merasa terisolasi.
BAB 2
Perilaku Sosial Penyandang Cerebral Palsy
Perilaku sosial adalah cara individu berinteraksi, berkomunikasi, dan membangun hubungan dengan orang lain dalam berbagai konteks sosial. Bagi penyandang cerebral palsy, kemampuan untuk berinteraksi secara sosial seringkali dipengaruhi oleh keterbatasan fisik, komunikasi, dan terkadang faktor emosional yang mempengaruhi kepercayaan diri mereka. Namun, meskipun mereka menghadapi tantangan ini, dengan dukungan yang tepat, mereka dapat membentuk hubungan sosial yang positif dan memuaskan.
A. Tantangan Perilaku Sosial pada Penyandang Cerebral Palsy
Penyandang cerebral palsy mungkin mengalami beberapa tantangan yang memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain, terutama teman sebaya. Beberapa tantangan utama yang sering dihadapi antara lain:
- Kesulitan dalam Komunikasi
Banyak penyandang cerebral palsy mengalami kesulitan dalam berbicara dan mengekspresikan diri secara verbal. Ini bisa disebabkan oleh gangguan motorik pada otot-otot wajah dan mulut, yang mempengaruhi artikulasi kata-kata. Sebagai contoh, mereka mungkin berbicara dengan suara yang tidak jelas atau dengan kecepatan yang tidak normal. Hal ini bisa menyulitkan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dengan teman sebaya. Selain itu, bagi mereka yang tidak dapat berbicara, komunikasi melalui alat bantu atau bahasa isyarat menjadi salah satu cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan. (O’Brien, 2020). - Isolasi Sosial
Kesulitan berkomunikasi, ditambah dengan keterbatasan fisik dalam bergerak, dapat menyebabkan penyandang cerebral palsy merasa terisolasi atau tidak diterima dalam kelompok sosial. Mereka mungkin merasa terpinggirkan, terutama ketika teman-teman sebaya lebih terfokus pada aktivitas fisik seperti berlari atau bermain bola, yang sulit diakses oleh mereka. Isolasi sosial ini dapat berdampak pada perkembangan emosional dan kepercayaan diri mereka (Dixon, 2019). - Stigma dan Diskriminasi
Penyandang cerebral palsy sering kali harus menghadapi stigma dan stereotip negatif tentang disabilitas mereka. Beberapa orang mungkin melihat mereka sebagai “berbeda” atau “kurang mampu,” dan ini dapat mengarah pada sikap diskriminatif atau pengucilan. Stigma ini bisa datang dari ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman tentang apa itu cerebral palsy dan bagaimana cara yang baik untuk berinteraksi dengan penyandangnya. Dampaknya, mereka bisa merasa tidak dihargai atau tidak diterima dalam kelompok social (Krahn, 2021). - Kesulitan dalam Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan Sosial
Penyandang cerebral palsy sering kali kesulitan menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial yang ada, seperti mengikuti percakapan cepat atau bergerak dengan ritme kelompok. Mereka mungkin merasa canggung atau kesulitan dalam menanggapi perasaan atau ekspresi teman-temannya, yang bisa menyebabkan rasa ketidaknyamanan atau kecanggungan dalam hubungan social (Martin, 2018).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Penyandang Cerebral Palsy
Berbagai faktor dapat mempengaruhi perilaku sosial penyandang cerebral palsy, baik dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari lingkungan sekitar mereka. Berikut adalah beberapa faktor utama yang mempengaruhi interaksi sosial mereka:
- Tingkat Keterbatasan Fisik
Tingkat keparahan cerebral palsy mempengaruhi kemampuan fisik seseorang, yang pada gilirannya memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia sosial. Mereka yang mengalami cerebral palsy spastik mungkin kesulitan bergerak dan membutuhkan alat bantu untuk berjalan. Hal ini bisa membuat mereka lebih sulit untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang menjadi fokus utama dalam interaksi sosial anak-anak dan remaja, seperti bermain olahraga atau berlari (Rosenbaum et al., 2007). - Kemampuan Komunikasi
Kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal adalah aspek penting dalam perilaku sosial. Penyandang cerebral palsy yang mengalami gangguan bicara atau kesulitan berkomunikasi seringkali memerlukan bantuan alat komunikasi alternatif, seperti papan komunikasi atau aplikasi berbasis gambar. Tanpa dukungan ini, penyandang cerebral palsy mungkin merasa frustasi dalam menyampaikan pikiran dan perasaan mereka, yang dapat menghambat interaksi sosial mereka (Miller et al., 2011). - Dukungan Emosional dan Sosial
Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan sosial penyandang cerebral palsy. Dengan adanya dukungan emosional yang positif, mereka dapat merasa lebih dihargai dan lebih mudah dalam membangun hubungan dengan orang lain. Sebaliknya, kurangnya dukungan emosional dapat memperburuk isolasi sosial dan meningkatkan kecemasan social (Souto et al., 2014).. - Pendidikan dan Pengalaman Sosial
Pendidikan formal dan pengalaman sosial dalam kehidupan sehari-hari memainkan peran penting dalam membentuk kemampuan sosial penyandang cerebral palsy. Akses kepada pendidikan yang inklusif, di mana mereka dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan terlibat dalam aktivitas sosial, akan membantu meningkatkan keterampilan sosial mereka. Program-program pendidikan yang dirancang khusus untuk mendukung penyandang cerebral palsy dapat membantu mereka untuk lebih mudah beradaptasi dalam lingkungan sosial yang lebih luas (Dixon, 2019).
C. Perilaku Sosial yang Positif pada Penyandang Cerebral Palsy
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, penyandang cerebral palsy juga dapat menunjukkan perilaku sosial yang positif. Berikut adalah beberapa contoh perilaku sosial positif yang dapat berkembang pada penyandang cerebral palsy:
- Keberanian untuk Terlibat dalam Aktivitas Sosial
Banyak penyandang cerebral palsy menunjukkan keberanian untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial meskipun mereka memiliki keterbatasan fisik. Dengan dukungan teman-teman sebaya dan masyarakat, mereka dapat menemukan cara untuk terlibat dalam berbagai aktivitas seperti permainan, diskusi, atau proyek kelompok. Keberanian untuk mengambil bagian dalam kegiatan sosial sangat penting dalam membangun hubungan sosial yang positif (Miller et al., 2011). - Keterampilan Komunikasi yang Ditingkatkan
Dengan adanya teknologi dan alat bantu komunikasi, penyandang cerebral palsy semakin dapat berkomunikasi dengan cara yang lebih efektif. Penggunaan perangkat komunikasi alternatif seperti aplikasi berbasis gambar atau perangkat lunak berbicara memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan lebih lancar dan memperkuat hubungan sosial mereka (Krahn, 2021). - Penerimaan terhadap Diri Sendiri
Beberapa penyandang cerebral palsy dapat mengembangkan rasa percaya diri yang tinggi, yang memungkinkan mereka untuk menerima diri mereka apa adanya. Ini berperan penting dalam interaksi sosial, karena mereka dapat lebih terbuka dan tidak ragu untuk berinteraksi dengan orang lain. Penerimaan diri ini dapat mengurangi rasa malu atau kecemasan dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya (Souto et al., 2014). - Penghargaan terhadap Keunikan Orang Lain
Penyandang cerebral palsy sering kali menunjukkan empati yang tinggi terhadap perbedaan, baik itu perbedaan fisik, sosial, atau budaya. Dengan pengalaman mereka yang berbeda dalam menghadapi tantangan hidup, mereka bisa lebih peka terhadap kesulitan yang dialami oleh orang lain dan cenderung lebih menghargai keragaman (Shakespeare, 2014).
D. Peran Teman Sebaya dalam Perilaku Sosial Penyandang Cerebral Palsy
Teman sebaya memegang peranan penting dalam membentuk pengalaman sosial penyandang cerebral palsy. Dukungan dari teman-teman sebaya dapat membantu mereka merasa diterima dan dihargai dalam lingkungan sosial. Berikut adalah beberapa cara teman sebaya dapat mendukung perilaku sosial penyandang cerebral palsy:
- Menghargai dan Memahami
Teman sebaya yang memahami keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang cerebral palsy akan lebih sensitif dan menghargai upaya mereka dalam berinteraksi. Menghargai keunikan mereka, baik dalam hal fisik maupun kemampuan, sangat penting untuk menciptakan hubungan yang sehat dan inklusif (McManus et al., 2010). - Mengajak untuk Berpartisipasi
Teman sebaya dapat membantu mengurangi isolasi sosial dengan mengajak penyandang cerebral palsy untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Ini bisa berupa permainan, diskusi kelas, atau aktivitas sosial lainnya yang memberi kesempatan kepada penyandang cerebral palsy untuk merasa menjadi bagian dari kelompok (Vargus-Adams, 2005). - Menghindari Diskriminasi
Penting bagi teman sebaya untuk menghindari sikap diskriminatif terhadap penyandang cerebral palsy. Diskriminasi dapat memperburuk perasaan terisolasi dan rendah diri pada mereka. Dengan sikap yang inklusif dan penuh empati, teman sebaya dapat memainkan peran besar dalam menciptakan lingkungan sosial yang lebih ramah (Rosenbaum et al., 2007).
BAB 3
Peran Peer (Teman Sebaya)
Peran teman sebaya sangat penting dalam perkembangan sosial, emosional, dan psikologis penyandang cerebral palsy. Teman sebaya tidak hanya memberikan dukungan sosial, tetapi juga berperan dalam membantu individu dengan cerebral palsy untuk merasa diterima, dihargai, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh. Teman sebaya dapat menjadi agen perubahan yang sangat efektif dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi penyandang disabilitas.
A. Pengertian Teman Sebaya (Peer)
Teman sebaya adalah orang-orang yang berada dalam kelompok usia atau tingkatan yang sama, yang sering berinteraksi dan berbagi pengalaman hidup bersama (Brown & Larson, 2002).. Dalam konteks penyandang cerebral palsy, teman sebaya merujuk pada teman-teman yang memiliki usia dan tingkat perkembangan yang serupa, yang berperan penting dalam mendukung proses inklusi sosial. Teman sebaya dapat berasal dari sekolah, komunitas, atau lingkungan sosial lainnya, dan mereka memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif terhadap penyandang cerebral palsy.
B. Peran Teman Sebaya dalam Mendukung Perilaku Sosial Penyandang Cerebral Palsy
Teman sebaya memiliki pengaruh besar terhadap perilaku sosial penyandang cerebral palsy. Beberapa peran utama yang dapat dimainkan oleh teman sebaya adalah sebagai berikut:
- Memberikan Dukungan Emosional
Teman sebaya dapat memberikan dukungan emosional yang sangat berharga bagi penyandang cerebral palsy. Dengan memiliki teman yang mendengarkan dan memahami perasaan mereka, penyandang cerebral palsy akan merasa lebih dihargai dan diterima. Teman yang peduli dapat mengurangi perasaan kesepian atau isolasi yang sering dialami oleh penyandang disabilitas. Mereka dapat memberikan rasa aman dan kenyamanan, yang sangat penting dalam membangun rasa percaya diri (Buhrmester, 1990). - Menjadi Jembatan dalam Komunikasi
Banyak penyandang cerebral palsy mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal. Teman sebaya yang memahami cara komunikasi mereka, baik melalui kata-kata, isyarat, atau alat bantu komunikasi lainnya, dapat menjadi jembatan dalam interaksi sosial. Teman-teman ini tidak hanya mendengarkan tetapi juga membantu dalam menerjemahkan atau menyampaikan pesan agar dapat lebih mudah dipahami oleh orang lain, yang pada gilirannya memungkinkan penyandang cerebral palsy untuk lebih aktif dalam percakapan (Laursen & Hartl, 2013). - Mendorong Partisipasi dalam Aktivitas Sosial
Teman sebaya dapat memfasilitasi keterlibatan penyandang cerebral palsy dalam berbagai aktivitas sosial. Aktivitas seperti bermain bersama, berbagi tugas di kelas, atau berpartisipasi dalam acara komunitas dapat membantu mereka merasa diterima dan tidak terisolasi. Teman-teman sebaya yang inklusif akan mengajak mereka untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan bakat dan kemampuan mereka, meskipun dalam batasan tertentu (Furman & Buhrmester, 1992). - Mengurangi Stigma dan Diskriminasi
Teman sebaya memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi stigma dan diskriminasi yang sering kali dialami oleh penyandang cerebral palsy. Dengan menunjukkan sikap terbuka, penuh kasih, dan empati, teman-teman sebaya dapat mengubah pandangan negatif terhadap penyandang disabilitas. Mereka dapat mengedukasi teman-teman lain untuk tidak menilai berdasarkan keterbatasan fisik, tetapi untuk lebih menghargai karakter dan potensi setiap individu. Sikap ini dapat mempercepat proses inklusi sosial dan mengurangi perasaan terasingkan pada penyandang cerebral palsy (Wentzel, 2005). - Meningkatkan Keterampilan Sosial
Interaksi dengan teman sebaya dapat membantu penyandang cerebral palsy mengembangkan keterampilan sosial mereka. Teman-teman sebaya yang sabar dan mendukung akan membantu mereka dalam memahami dinamika sosial, seperti cara berbicara, bergiliran dalam percakapan, dan mengungkapkan perasaan secara tepat. Selain itu, mereka juga dapat memberikan umpan balik yang positif dalam situasi sosial, yang memungkinkan penyandang cerebral palsy untuk memperbaiki keterampilan interaksi mereka.
C. Tantangan yang Dihadapi Teman Sebaya dalam Mendukung Penyandang Cerebral Palsy
Meskipun teman sebaya dapat memainkan peran yang sangat positif, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi oleh teman-teman sebaya dalam mendukung penyandang cerebral palsy. Beberapa tantangan tersebut adalah:
- Kurangnya Pemahaman tentang Disabilitas
Tidak semua teman sebaya memiliki pemahaman yang cukup tentang cerebral palsy atau disabilitas pada umumnya. Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy dapat menyebabkan kebingungan atau ketidaknyamanan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, edukasi tentang disabilitas dan cara berinteraksi secara inklusif sangat penting untuk membantu teman sebaya mendukung penyandang cerebral palsy dengan lebih efektif. - Ketakutan Akan Salah Bertindak
Beberapa teman sebaya mungkin merasa cemas atau takut untuk berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy karena khawatir mereka akan salah bertindak atau menyakiti perasaan. Ketakutan ini dapat menyebabkan mereka menghindari interaksi atau bersikap canggung. Oleh karena itu, memberikan pelatihan atau workshop untuk teman sebaya mengenai cara mendukung dan berkomunikasi dengan penyandang disabilitas dapat membantu mengatasi kekhawatiran ini. - Menghadapi Stigma Sosial
Teman sebaya yang mendukung penyandang cerebral palsy mungkin juga menghadapi stigma atau kritik dari teman-teman lainnya yang tidak memahami atau menghargai keberagaman. Mereka mungkin merasa terisolasi karena bersikap inklusif terhadap penyandang disabilitas. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan budaya yang mendukung dan menerima perbedaan di lingkungan sosial, agar teman sebaya merasa didorong untuk terus mendukung teman-teman mereka yang memiliki cerebral palsy.
D. Menciptakan Lingkungan Inklusif bagi Teman Sebaya
Untuk memastikan bahwa teman sebaya dapat memainkan peran yang maksimal dalam mendukung penyandang cerebral palsy, diperlukan langkah-langkah untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Pendidikan dan Pelatihan
Memberikan pendidikan kepada teman sebaya tentang cerebral palsy dan cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas sangat penting. Pelatihan ini dapat mencakup cara berkomunikasi yang efektif, memahami kebutuhan penyandang cerebral palsy, serta cara menciptakan lingkungan sosial yang inklusif. Pendidikan ini dapat dilakukan melalui program-program sekolah, seminar, atau workshop. - Mendorong Sikap Empati dan Penghargaan terhadap Perbedaan
Mengajarkan teman sebaya untuk menghargai perbedaan dan memiliki empati terhadap teman-teman mereka yang memiliki cerebral palsy akan menciptakan ikatan sosial yang lebih kuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mempromosikan nilai-nilai seperti saling menghormati, berbagi, dan peduli satu sama lain. - Menawarkan Dukungan dan Fasilitas yang Diperlukan
Lingkungan yang inklusif tidak hanya mengandalkan sikap teman sebaya, tetapi juga mencakup penyediaan fasilitas yang mendukung. Misalnya, aksesibilitas fisik seperti kursi roda, atau alat bantu komunikasi dapat membantu penyandang cerebral palsy untuk berpartisipasi dengan lebih bebas dalam kegiatan sosial. Teman sebaya juga dapat berperan dengan memfasilitasi penggunaan alat bantu ini dalam kegiatan sehari-hari.
BAB 4
Meningkatkan Interaksi Sosial dengan Teknologi
Teknologi telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir dan kini memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam meningkatkan interaksi sosial penyandang disabilitas, termasuk cerebral palsy. Penggunaan teknologi tidak hanya mempermudah komunikasi, tetapi juga membuka peluang baru bagi penyandang cerebral palsy untuk berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga, dan masyarakat. Dalam bab ini, kita akan membahas berbagai teknologi yang dapat meningkatkan interaksi sosial penyandang cerebral palsy, serta manfaat dan tantangan yang terkait dengan penggunaannya.
A. Teknologi untuk Memfasilitasi Komunikasi
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi penyandang cerebral palsy adalah kesulitan dalam berkomunikasi, terutama dalam bentuk lisan. Gangguan motorik pada otot-otot yang terlibat dalam berbicara sering kali menghambat kemampuan mereka untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan secara verbal. Namun, dengan kemajuan teknologi, berbagai perangkat dan aplikasi kini tersedia untuk membantu penyandang cerebral palsy berkomunikasi lebih efektif dan berinteraksi secara sosial.
- Augmentative and Alternative Communication (AAC)
Teknologi Augmentative and Alternative Communication (AAC) mencakup berbagai perangkat atau aplikasi yang digunakan untuk meningkatkan atau menggantikan kemampuan komunikasi verbal (Beukelman & Mirenda, 2013). Misalnya, perangkat yang memungkinkan pengguna untuk memilih kata atau gambar yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi mereka, yang kemudian dapat diterjemahkan menjadi suara. Beberapa contoh alat AAC termasuk perangkat berbasis layar sentuh dengan gambar, tablet dengan aplikasi berbasis gambar, atau perangkat berbicara yang memungkinkan penyandang cerebral palsy untuk menyampaikan pesan mereka secara lebih mudah.
Contoh Aplikasi AAC:
- Proloquo2Go: Aplikasi AAC berbasis gambar yang memungkinkan pengguna memilih gambar untuk membentuk kalimat dan menghasilkan suara.
- TouchChat: Aplikasi serupa yang menawarkan berbagai pilihan untuk komunikasi berbasis gambar dan teks.
- GoTalk Now: Aplikasi untuk iPad yang memungkinkan pengguna memilih gambar dan membentuk pesan untuk komunikasi.
- Perangkat Bantu untuk Berbicara
Selain aplikasi berbasis perangkat mobile, ada juga perangkat komunikasi berbasis suara yang menggunakan teknologi untuk membantu pengguna berbicara (Light & McNaughton, 2014). Misalnya, alat yang dapat diaktifkan dengan gerakan kepala atau mata, yang memungkinkan penggunanya untuk memilih kata atau frasa. Perangkat berbicara ini sering dilengkapi dengan perangkat lunak text-to-speech (TTS) yang mengubah teks menjadi suara manusia, memudahkan penyandang cerebral palsy yang memiliki kesulitan dalam berbicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. - Alat Bantu Penglihatan dan Gerakan
Bagi penyandang cerebral palsy yang mengalami kesulitan dalam menggerakkan tangan atau tubuh, teknologi berbasis pengenalan gerakan atau penglihatan dapat membantu mereka berkomunikasi (Vargas, 2016). Misalnya, penggunaan teknologi berbasis mata yang memungkinkan penggunanya memilih kata atau gambar dengan gerakan mata. Ini sangat berguna bagi individu yang mengalami kelumpuhan pada bagian tubuh tertentu dan tidak dapat menggunakan tangan mereka untuk berinteraksi dengan perangkat (Roth et al., 2004).
B. Teknologi untuk Meningkatkan Aksesibilitas Sosial
Selain perangkat komunikasi, ada berbagai teknologi yang dapat meningkatkan aksesibilitas sosial penyandang cerebral palsy dengan memungkinkan mereka berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan pendidikan dengan lebih aktif. Teknologi ini memberikan mereka kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga, dan komunitas, meskipun mereka memiliki keterbatasan fisik.
- Video Call dan Aplikasi Obrolan Daring
Dengan teknologi komunikasi video seperti Zoom, Skype, atau Google Meet, penyandang cerebral palsy dapat berpartisipasi dalam percakapan langsung dengan teman dan keluarga meskipun terpisah oleh jarak fisik (Beukelman & Mirenda, 2013). Aplikasi obrolan daring ini memberikan kesempatan untuk terhubung dengan orang lain secara visual dan verbal, memungkinkan mereka untuk tetap merasa terlibat dalam kehidupan sosial meskipun mereka memiliki keterbatasan fisik. Video call juga memberikan peluang bagi mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya yang mungkin tidak berada di lokasi yang sama, yang sangat penting dalam mengurangi isolasi sosial. - Platform Media Sosial
Media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok, menawarkan peluang bagi penyandang cerebral palsy untuk berinteraksi dengan orang lain, berbagi pengalaman, dan membangun jaringan sosial. (Titchener et al., 2012) Meskipun beberapa penyandang cerebral palsy mengalami kesulitan dalam mengetik atau menggunakan perangkat, alat bantu teknologi yang tepat dapat membantu mereka mengakses platform ini dengan lebih mudah. Misalnya, penggunaan teknologi pengenalan suara untuk memposting status atau komentar dapat membuatnya lebih mudah bagi penyandang cerebral palsy untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka di media sosial. - Permainan Virtual dan Aplikasi Interaktif
Permainan online atau aplikasi interaktif yang dirancang untuk penyandang disabilitas dapat menciptakan peluang bagi mereka untuk berinteraksi dengan teman-teman sebaya melalui aktivitas bersama (Vargas, 2016). Beberapa permainan dirancang dengan fitur aksesibilitas khusus, seperti kontrol yang lebih mudah digunakan atau tingkat kesulitan yang disesuaikan. Game sosial dan multiplayer online memungkinkan penyandang cerebral palsy untuk bermain bersama teman-teman mereka, yang tidak hanya menyenangkan tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial dan kolaboratif (Doherty et al., 2008).
C. Manfaat Penggunaan Teknologi dalam Interaksi Sosial Penyandang Cerebral Palsy
Penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari penyandang cerebral palsy memberikan berbagai manfaat yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, khususnya dalam hal interaksi sosial. Beberapa manfaat tersebut antara lain:
- Meningkatkan Kemandirian
Dengan bantuan teknologi, penyandang cerebral palsy dapat meningkatkan kemandirian mereka dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia luar. Mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada orang lain untuk menyampaikan pesan atau mengikuti percakapan, karena teknologi memungkinkan mereka untuk lebih mandiri dalam menggunakan alat komunikasi atau perangkat social (Beukelman & Mirenda, 2013). - Mengurangi Isolasi Sosial
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi penyandang cerebral palsy adalah perasaan terisolasi (Simmons, 2014). Teknologi dapat membantu mengurangi isolasi ini dengan memungkinkan mereka tetap terhubung dengan keluarga, teman-teman, dan komunitas, bahkan jika mereka tidak dapat keluar rumah atau berpartisipasi dalam kegiatan fisik. Dengan adanya video call, media sosial, atau platform daring lainnya, mereka dapat berinteraksi dengan orang lain kapan saja. - Memperluas Kesempatan untuk Belajar dan Berinteraksi
Teknologi memberikan penyandang cerebral palsy kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka melalui platform edukasi dan hiburan yang menyenangkan. Misalnya, kelas online atau sesi belajar melalui video memungkinkan mereka untuk tetap belajar dengan cara yang lebih fleksibel, sementara aplikasi dan permainan interaktif membantu mereka berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang bermanfaat (Baker et al., 2018). - Meningkatkan Kepercayaan Diri
Dengan menggunakan teknologi untuk berkomunikasi dan berinteraksi, penyandang cerebral palsy dapat merasa lebih percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain (Freeman et al., 2015). Mereka dapat lebih mudah mengekspresikan diri mereka tanpa merasa terhambat oleh keterbatasan fisik atau komunikasi, yang membantu membangun rasa percaya diri dalam lingkungan sosial.
D. Tantangan dalam Penggunaan Teknologi
Meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh penyandang cerebral palsy dan masyarakat terkait penggunaan teknologi ini.
- Keterbatasan Akses Teknologi
Tidak semua penyandang cerebral palsy memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan interaksi sosial (Titchener et al., 2012). Aksesibilitas perangkat keras dan perangkat lunak yang mendukung disabilitas juga bisa menjadi tantangan, terutama jika perangkat tersebut tidak dirancang dengan baik atau tidak kompatibel dengan kebutuhan khusus pengguna. - Tantangan Teknis dan Penggunaan
Beberapa penyandang cerebral palsy, terutama yang mengalami keterbatasan dalam gerakan tubuh atau penglihatan, mungkin menghadapi kesulitan dalam mengoperasikan perangkat teknologi tertentu. Meskipun perangkat berbasis suara atau pengenalan gerakan dapat membantu, tidak semua teknologi mudah diakses atau digunakan tanpa pelatihan yang tepat. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pelatihan yang memadai dan dukungan teknis agar teknologi ini dapat digunakan dengan efektif (Beukelman & Mirenda, 2013). - Ketergantungan pada Teknologi
Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan yang tidak sehat, mengurangi interaksi tatap muka yang penting untuk perkembangan sosial dan emosional. Oleh karena itu, penting untuk mengimbangi penggunaan teknologi dengan kegiatan sosial langsung dan interaksi dalam dunia nyata (Doherty et al., 2008).
BAB 5
Mengatasi Tantangan dalam Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia, termasuk bagi penyandang cerebral palsy. Namun, penyandang cerebral palsy sering menghadapi berbagai tantangan dalam berinteraksi dengan orang lain, baik itu dalam konteks keluarga, teman sebaya, maupun masyarakat umum. Tantangan ini tidak hanya berasal dari keterbatasan fisik, tetapi juga bisa terkait dengan sikap, persepsi sosial, dan lingkungan yang kurang mendukung. Bab ini akan membahas berbagai tantangan yang dihadapi penyandang cerebral palsy dalam interaksi sosial dan memberikan solusi serta strategi untuk mengatasinya.
A.Tantangan dalam Interaksi Sosial Penyandang Cerebral Palsy
- Kesulitan dalam Berkomunikasi Salah satu tantangan utama yang dihadapi penyandang cerebral palsy adalah kesulitan dalam berkomunikasi, baik dalam hal berbicara maupun dalam menggunakan bahasa tubuh. Banyak penyandang cerebral palsy mengalami gangguan pada otot-otot yang diperlukan untuk berbicara atau menggerakkan anggota tubuh, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk menyampaikan pesan. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, baik dalam konteks sosial sehari-hari maupun dalam pendidikan dan pekerjaan (Beukelman & Mirenda, 2013).
- Stigma dan Diskriminasi Sosial Meskipun masyarakat semakin sadar tentang pentingnya inklusi sosial, stigma terhadap disabilitas masih sering terjadi. Penyandang cerebral palsy sering kali menjadi sasaran diskriminasi atau perlakuan tidak adil karena keterbatasan fisik mereka. Banyak orang yang tidak memahami bahwa penyandang cerebral palsy memiliki potensi yang sama dengan orang lain, sehingga mereka sering dipandang rendah atau diabaikan dalam kegiatan sosial, pendidikan, atau pekerjaan (Simmons, 2014).
- Isolasi Sosial Penyandang cerebral palsy sering kali merasa terisolasi, baik secara emosional maupun fisik. Keterbatasan mobilitas dan komunikasi dapat menghambat kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial bersama teman sebaya atau komunitas. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan depresi, yang pada gilirannya dapat memperburuk kesejahteraan psikologis mereka (Rimmerman, 2016).
- Kurangnya Pemahaman dari Teman Sebaya dan Lingkungan Kurangnya pengetahuan tentang cerebral palsy dan cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas sering kali menyebabkan sikap canggung atau bahkan penghindaran dari teman sebaya atau masyarakat. Banyak orang yang tidak tahu bagaimana cara berbicara atau berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy tanpa merasa risih atau cemas. Hal ini memperburuk perasaan penyandang disabilitas dan menghambat mereka dalam menjalin hubungan sosial yang sehat (Freeman et al., 2015).
B. Strategi untuk Mengatasi Tantangan dalam Interaksi Sosial
Untuk mengatasi tantangan dalam interaksi sosial, dibutuhkan pendekatan yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari penyandang cerebral palsy itu sendiri, teman sebaya, keluarga, hingga masyarakat. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:
- Meningkatkan Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat Salah satu langkah pertama untuk mengatasi stigma dan diskriminasi sosial adalah melalui edukasi dan peningkatan kesadaran. Menyebarkan informasi yang akurat tentang cerebral palsy dan pentingnya inklusi sosial dapat membantu mengurangi kesalahpahaman dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung. Kegiatan seperti seminar, workshop, atau kampanye informasi yang melibatkan masyarakat umum, termasuk teman sebaya di sekolah atau komunitas, dapat meningkatkan pemahaman dan memperkuat sikap empati terhadap penyandang disabilitas (Beukelman & Mirenda, 2013).
- Pelatihan Komunikasi untuk Penyandang Cerebral Palsy Penyandang cerebral palsy dapat mengikuti pelatihan atau terapi komunikasi untuk mengoptimalkan kemampuan berbicara atau menggunakan alat bantu komunikasi. Terapis wicara atau ahli bahasa dapat membantu dalam merancang program yang sesuai dengan kondisi fisik dan kebutuhan individu, baik melalui latihan berbicara atau penggunaan teknologi berbasis AAC (Augmentative and Alternative Communication) untuk berkomunikasi. Dengan keterampilan komunikasi yang lebih baik, penyandang cerebral palsy dapat lebih mudah berinteraksi dengan orang lain (Titchener et al., 2012).
- Menggunakan Teknologi untuk Mendukung Interaksi Seperti yang dibahas dalam bab sebelumnya, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan interaksi sosial penyandang cerebral palsy. Teknologi komunikasi seperti aplikasi AAC, perangkat pengenalan suara, atau alat bantu lainnya dapat membantu penyandang cerebral palsy untuk berkomunikasi lebih mudah. Selain itu, teknologi juga memungkinkan penyandang cerebral palsy untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial secara virtual, melalui video call atau media sosial, mengurangi rasa isolasi dan meningkatkan kesempatan untuk terhubung dengan teman-teman dan keluarga (Simmons, 2014).
- Mendorong Keterlibatan dalam Aktivitas Sosial Untuk mengurangi isolasi sosial, sangat penting bagi penyandang cerebral palsy untuk didorong untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, baik itu di sekolah, komunitas, maupun dalam keluarga. Teman-teman sebaya, keluarga, dan pendidik dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi keterlibatan ini dengan menciptakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam acara sosial, permainan, atau kegiatan kelompok yang inklusif. Dukungan dari orang-orang terdekat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan inklusif bagi penyandang cerebral palsy (Light & McNaughton, 2014).
- Membangun Kepercayaan Diri Penyandang Cerebral Palsy Kepercayaan diri adalah kunci untuk meningkatkan interaksi sosial. Penyandang cerebral palsy harus didorong untuk mengenali dan mengembangkan potensi mereka, bukan hanya melihat keterbatasan fisik. Keluarga, teman, dan pendidik dapat membantu dengan memberikan dukungan positif, memberikan kesempatan untuk mereka menunjukkan bakat dan minat mereka, serta memberikan penguatan positif untuk setiap pencapaian kecil. Dengan cara ini, penyandang cerebral palsy akan merasa lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain (Freeman et al., 2015).
- Penciptaan Lingkungan yang Inklusif Lingkungan yang inklusif adalah tempat di mana penyandang cerebral palsy merasa diterima tanpa ada diskriminasi. Sekolah, tempat kerja, dan komunitas harus berupaya untuk menghapus hambatan yang dapat menghalangi penyandang cerebral palsy untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial. Ini termasuk memastikan bahwa lingkungan fisik ramah disabilitas, menyediakan aksesibilitas, dan mengubah sikap atau kebijakan yang diskriminatif. Selain itu, mendorong teman sebaya untuk berbicara secara terbuka tentang disabilitas dan berinteraksi secara inklusif juga penting untuk menciptakan perubahan social (Rimmerman, 2016).
- Mengatasi Ketakutan dan Stigma dalam Interaksi Penyandang cerebral palsy sering menghadapi ketakutan dari orang-orang di sekitar mereka yang mungkin merasa canggung atau tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan mereka. Pelatihan sosial dan keterampilan komunikasi untuk teman sebaya dan masyarakat dapat membantu mengurangi ketakutan ini. Edukasi tentang bagaimana berbicara dengan dan memperlakukan penyandang disabilitas dengan hormat dan empati sangat penting dalam mengurangi stigma (Vargas, 2016).
BAB 6
Contoh Kasus
Pada bab ini, kita akan mengangkat beberapa contoh kasus yang menggambarkan tantangan, pengalaman, dan solusi yang dihadapi oleh penyandang cerebral palsy dalam berinteraksi secara sosial. Melalui contoh-contoh ini, diharapkan pembaca dapat lebih memahami bagaimana teori dan strategi yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Kasus-kasus ini juga akan menunjukkan pentingnya dukungan teman sebaya, keluarga, serta masyarakat dalam menciptakan interaksi sosial yang inklusif dan bermakna bagi penyandang cerebral palsy.
A. Kasus 1: Tantangan Komunikasi Seorang Remaja dengan Cerebral Palsy
Deskripsi Kasus: Rina adalah seorang remaja berusia 16 tahun yang menderita cerebral palsy. Ia memiliki keterbatasan dalam penggerakan tubuh, terutama pada tangan dan kaki, yang menghambat kemampuannya untuk berbicara dengan jelas. Rina juga mengalami kesulitan dalam menulis, yang membuatnya tidak dapat mengekspresikan dirinya secara verbal atau tertulis dengan mudah. Meskipun ia memiliki keterampilan berpikir yang sangat baik dan mampu memahami percakapan di sekitarnya, kesulitan komunikasi sering kali menyebabkan Rina merasa terisolasi, terutama ketika berinteraksi dengan teman-teman di sekolah.
Tantangan:
- Kesulitan Berkomunikasi: Rina tidak dapat berbicara dengan lancar dan sulit untuk menulis, yang menyebabkan banyak teman sekelasnya tidak memahami apa yang ingin ia sampaikan.
- Isolasi Sosial: Karena kesulitan komunikasi, Rina sering merasa diabaikan oleh teman-teman sebaya, yang membuatnya merasa terisolasi di sekolah.
- Stigma dan Kurangnya Pemahaman: Beberapa teman sekelas tidak tahu cara berinteraksi dengan Rina secara alami, sehingga mereka cenderung menghindar atau merasa canggung saat berbicara dengannya.
Solusi yang Diterapkan:
- Penggunaan Teknologi AAC: Rina mulai menggunakan aplikasi Augmentative and Alternative Communication (AAC) di tablet yang memungkinkannya untuk memilih gambar atau kata-kata yang ia inginkan dan menghasilkan suara. Dengan menggunakan aplikasi ini, Rina dapat berkomunikasi lebih cepat dan efektif dengan teman-temannya di sekolah.
- Pelatihan Teman Sebaya: Guru di sekolah mengadakan pelatihan untuk teman-teman sekelas Rina tentang cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, termasuk bagaimana menggunakan alat bantu komunikasi dan cara berbicara yang jelas tanpa merasa canggung.
- Peningkatan Keterlibatan dalam Kegiatan Sekolah: Untuk mengurangi rasa isolasi, guru melibatkan Rina dalam berbagai kegiatan sekolah, seperti diskusi kelompok dan kegiatan ekstrakurikuler, di mana Rina dapat berpartisipasi aktif dengan bantuan teknologi AAC.
Hasil:
Dengan dukungan dari aplikasi AAC dan pelatihan yang diberikan kepada teman-temannya, Rina dapat berinteraksi lebih mudah dengan teman-temannya. Meskipun masih ada beberapa tantangan, Rina merasa lebih diterima dan tidak merasa terisolasi lagi. Teman-temannya kini lebih memahami cara berkomunikasi dengannya dan Rina merasa lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan mereka.
B. Kasus 2: Pengalaman Sosial Seorang Anak dengan Cerebral Palsy di Komunitas
Deskripsi Kasus: Andi adalah seorang anak berusia 9 tahun yang menderita cerebral palsy dengan kelumpuhan pada kedua kakinya. Andi juga mengalami keterbatasan dalam berbicara, meskipun ia memiliki kemampuan kognitif yang baik. Sejak kecil, Andi sudah terbiasa menggunakan kursi roda untuk mobilitas sehari-hari. Meskipun orang tuanya selalu mendukung dan memberinya perhatian penuh, Andi merasa sangat kesulitan berinteraksi dengan anak-anak lain di lingkungan sekitar. Banyak teman sebayanya yang merasa ragu atau tidak tahu bagaimana cara bermain dengannya, karena mereka tidak tahu bagaimana beradaptasi dengan keterbatasan Andi.
Tantangan:
- Stigma Sosial: Beberapa anak di lingkungan sekitar Andi merasa canggung dan tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan Andi karena ia menggunakan kursi roda dan berbicara dengan terbata-bata.
- Kurangnya Aktivitas Sosial: Andi merasa kesulitan ikut bermain dengan anak-anak lain di luar rumah karena kurangnya kegiatan yang inklusif dan tidak ada yang mau membantunya bermain.
- Ketidakpahaman Keluarga dan Teman Sebaya: Orang tua dan teman-teman Andi tidak sepenuhnya memahami cara membuat permainan atau kegiatan sosial lebih mudah diakses oleh Andi.
Solusi yang Diterapkan:
- Membuat Kegiatan Inklusif di Lingkungan Komunitas: Orang tua Andi bersama dengan pengurus lingkungan mengorganisir kegiatan komunitas yang ramah disabilitas, seperti permainan kelompok yang dapat diikuti oleh semua anak, termasuk yang menggunakan kursi roda. Misalnya, lomba balap kursi roda, permainan tim dengan aturan yang disesuaikan, dan lainnya.
- Pelatihan Teman Sebaya dan Keluarga: Orang tua Andi memberikan pelatihan kepada anak-anak lain di lingkungan sekitar tentang cara berinteraksi dengan anak yang menggunakan kursi roda. Mereka diajarkan untuk tidak merasa canggung, melainkan membantu Andi beradaptasi dalam permainan atau kegiatan kelompok.
- Penggunaan Teknologi untuk Berkomunikasi: Meskipun Andi dapat berbicara, orang tuanya memperkenalkan teknologi komunikasi alternatif seperti aplikasi berbasis gambar untuk membantunya menyampaikan keinginannya lebih jelas jika dia merasa kesulitan berbicara dalam situasi tertentu.
Hasil:
Setelah beberapa kegiatan inklusif dilaksanakan dan anak-anak di sekitar Andi dilatih untuk lebih memahami cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas, Andi merasa lebih diterima dalam komunitas. Anak-anak lain mulai mengajak Andi bermain dan menyesuaikan permainan agar dapat diikuti dengan mudah oleh Andi. Ia juga lebih percaya diri untuk berinteraksi dengan teman-teman sebaya dan merasa tidak terisolasi lagi.
BAB 7
Etika dan Sopan Santun Saat Berbicara
Etika dan sopan santun dalam berkomunikasi sangat penting dalam menjaga hubungan yang baik dan harmonis antara individu, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Bagi penyandang cerebral palsy, etika dan sopan santun saat berkomunikasi menjadi hal yang sangat relevan, karena mereka sering berhadapan dengan situasi sosial di mana interaksi dapat menjadi rumit akibat keterbatasan fisik atau kesulitan berbicara. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak—baik penyandang cerebral palsy maupun orang di sekitarnya—untuk memahami prinsip-prinsip dasar etika komunikasi agar tercipta interaksi yang saling menghormati dan inklusif.
Pada bab ini, kita akan membahas pentingnya etika dan sopan santun dalam berkomunikasi, serta memberikan panduan tentang bagaimana berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy agar komunikasi dapat berlangsung dengan efektif, penuh penghormatan, dan tanpa menimbulkan rasa canggung atau ketidaknyamanan.
A. Prinsip Etika dalam Berbicara
Etika dalam berkomunikasi mencakup berbagai hal yang berhubungan dengan sikap, perilaku, dan cara kita berinteraksi dengan orang lain. Berikut adalah beberapa prinsip etika dasar yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi dengan penyandang cerebral palsy:
- Menghargai Kehadiran dan Pendapat Orang Lain Setiap individu, termasuk penyandang cerebral palsy, berhak didengar pendapatnya dan dihargai dalam setiap percakapan. Hindari mengabaikan atau menyela mereka saat berbicara. Berikan waktu yang cukup bagi mereka untuk menyampaikan pendapat atau perasaan mereka tanpa terburu-buru (Brown & Levinson, 1987).
- Menggunakan Bahasa yang Sopan dan Positif Bahasa yang kita pilih dapat memengaruhi persepsi orang terhadap kita. Menggunakan bahasa yang sopan, tidak menghina, dan penuh empati akan menunjukkan rasa hormat terhadap penyandang cerebral palsy. Hindari kata-kata atau ungkapan yang dapat menyinggung atau merendahkan mereka. Lebih baik menggunakan bahasa yang mendukung dan menguatkan (Goffman, 1955).
- Berbicara dengan Tenang dan Jelas Penyandang cerebral palsy yang mengalami kesulitan berbicara atau memahami ucapan mungkin lebih mudah memahami percakapan yang dilakukan dengan tenang dan jelas. Hindari berbicara dengan cepat atau terburu-buru, dan pastikan untuk memberikan jeda agar mereka memiliki waktu untuk mencerna informasi dan merespons dengan nyaman (Davis, 2011).
- Bersikap Empati dan Sensitif terhadap Kondisi Mereka Sensitivitas terhadap kondisi fisik atau emosional seseorang sangat penting. Penyandang cerebral palsy mungkin merasa tidak nyaman atau tertekan dalam beberapa situasi, terutama jika mereka merasa diperlakukan berbeda. Dalam hal ini, menunjukkan empati, seperti memberikan perhatian khusus dan memahami batasan mereka, dapat membantu menciptakan komunikasi yang lebih baik (Cohen & Pyle, 2010).
- Memberikan Ruang untuk Berbicara Kadang-kadang penyandang cerebral palsy membutuhkan lebih banyak waktu untuk berbicara atau mengungkapkan pikirannya. Sebagai lawan bicara, penting untuk memberi mereka ruang yang cukup tanpa terburu-buru atau merasa cemas. Jangan memaksa mereka untuk segera merespons atau berbicara dalam tempo yang cepat (Dillard & Hunter, 2016).
B. Sopan Santun dalam Berkomunikasi dengan Penyandang Cerebral Palsy
Sopan santun dalam berkomunikasi dengan penyandang cerebral palsy berfokus pada cara kita menunjukkan rasa hormat, kesabaran, dan perhatian terhadap mereka dalam setiap interaksi. Beberapa aspek sopan santun yang perlu diperhatikan adalah:
- Tidak Mengasihani Penyandang Disabilitas Mengasihani penyandang cerebral palsy sering kali justru dapat merendahkan martabat mereka. Alih-alih menunjukkan rasa kasihan, sebaiknya kita menghormati kemampuan dan potensi mereka. Perlakukan mereka dengan cara yang sama seperti kita memperlakukan orang lain, tanpa melihat disabilitas sebagai hambatan besar dalam interaksi sosial (Heller et al., 2015).
- Memperkenalkan Diri dan Menanyakan Preferensi Komunikasi Jika kita baru pertama kali berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy, penting untuk memperkenalkan diri dengan sopan dan menanyakan bagaimana mereka lebih nyaman berkomunikasi. Beberapa penyandang cerebral palsy mungkin lebih suka menggunakan teknologi bantuan, bahasa tubuh, atau berbicara secara langsung. Menanyakan preferensi ini akan membantu menciptakan komunikasi yang lebih efektif dan nyaman (Shakespeare, 2006).
- Memberikan Waktu yang Cukup untuk Merespons Penyandang cerebral palsy sering kali membutuhkan waktu lebih lama untuk merespons atau berbicara. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersabar dan memberikan waktu yang cukup bagi mereka untuk menyampaikan pesan. Jangan terburu-buru menginterupsi atau membuat mereka merasa tertekan untuk cepat menjawab (Smart, 2009).
- Berkomunikasi Secara Langsung, Tanpa Perantara Jika memungkinkan, berbicaralah langsung dengan penyandang cerebral palsy, bukan melalui perantara seperti pengasuh atau orang lain yang mendampingi mereka. Ini akan menunjukkan rasa hormat kepada mereka sebagai individu yang mandiri dan mampu berkomunikasi secara langsung (Sigafoos et al., 2000).
- Memahami Batasan dan Menghindari Sikap Berlebihan Meskipun kita ingin membantu, penting untuk memahami batasan penyandang cerebral palsy dan tidak terlalu membantu atau melakukan sesuatu yang tidak mereka minta. Misalnya, jangan langsung mengambil alih aktivitas atau percakapan mereka tanpa izin, kecuali jika mereka membutuhkan bantuan. Sebagai gantinya, tanyakan apakah mereka membutuhkan bantuan dan beri mereka kesempatan untuk menyatakan kebutuhan mereka (Beukelman & Mirenda, 2013).
C. Cara Berbicara yang Efektif dan Sopan
Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat membantu dalam berkomunikasi secara efektif dan sopan dengan penyandang cerebral palsy:
- Gunakan Kata-kata yang Positif dan Memberdayakan Fokuskan percakapan pada kemampuan dan potensi penyandang cerebral palsy, bukan keterbatasan mereka. Hindari berbicara tentang mereka seolah-olah mereka tidak mampu melakukan sesuatu. Gunakan kata-kata yang memberdayakan, seperti “kamu hebat” atau “bagus sekali”, untuk memberikan dorongan positif (Grice, 1975).
- Berbicara dengan Intonasi yang Ramah dan Tidak Menyinggung Intonasi suara yang ramah dan tidak terkesan meremehkan sangat penting dalam komunikasi. Berbicara dengan lembut dan dengan perhatian akan menciptakan suasana yang lebih nyaman dan tidak menegangkan (Sillars & Vangelisti, 2006).
- Memperhatikan Bahasa Tubuh Selain kata-kata, bahasa tubuh juga memainkan peran penting dalam komunikasi. Pastikan kita menjaga kontak mata, tersenyum, dan menunjukkan sikap terbuka agar penyandang cerebral palsy merasa dihargai dan diterima (Davis, 2011).
- Menghindari Menggunakan Istilah yang Menghina Hindari menggunakan kata-kata atau istilah yang berpotensi menghina atau merendahkan penyandang disabilitas. Kata-kata seperti “cacat” atau “kurang beruntung” bisa merendahkan martabat mereka. Sebaiknya, gunakan istilah yang lebih netral dan penuh penghargaan, seperti “penyandang disabilitas” atau “individu dengan cerebral palsy.” (Gable et al., 2006).
- Menghindari Perhatian yang Berlebihan Ketika berbicara dengan penyandang cerebral palsy, hindari memberikan perhatian berlebihan yang bisa membuat mereka merasa tidak nyaman. Perlakukan mereka dengan cara yang sama seperti kita memperlakukan orang lain, tanpa menempatkan mereka dalam posisi yang merasa terlalu diperhatikan atau berbeda (Brown & Levinson, 1987).
BAB 8
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Buku pocket book ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana penyandang cerebral palsy (CP) dapat berinteraksi secara sosial, serta bagaimana teman sebaya atau peer dapat memainkan peran penting dalam mendukung mereka dalam berbagai situasi sosial. Seiring dengan meningkatnya kesadaran tentang inklusi sosial, penting bagi kita semua untuk memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh penyandang cerebral palsy, baik dalam komunikasi, mobilitas, maupun interaksi sosial.
Cerebral palsy adalah kelainan neurologis yang memengaruhi gerakan dan koordinasi tubuh, namun kemampuan kognitif dan sosial mereka dapat berkembang seperti individu lainnya. Memahami kondisi ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan sosial yang inklusif. Penyandang cerebral palsy sering menghadapi tantangan dalam berinteraksi sosial akibat keterbatasan fisik atau kesulitan dalam berbicara. Meski demikian, dengan dukungan yang tepat dari teman sebaya dan masyarakat, mereka dapat berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas sosial. Teman sebaya memiliki peran penting dalam mendukung penyandang cerebral palsy. Dengan memberikan perhatian, empati, serta menciptakan suasana yang inklusif, teman sebaya dapat membantu penyandang cerebral palsy merasa diterima dan lebih percaya diri dalam berinteraksi. Teknologi, seperti aplikasi komunikasi berbasis gambar, alat bantu berbicara, dan perangkat mobile, dapat sangat membantu penyandang cerebral palsy dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka. Teknologi ini memberikan mereka akses yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam percakapan dan kegiatan sosial.
Penyandang cerebral palsy sering menghadapi stigma, kesulitan berkomunikasi, dan keterbatasan fisik yang bisa menjadi penghalang dalam berinteraksi sosial. Namun, dengan adanya pemahaman dan dukungan dari lingkungan sekitar, tantangan ini dapat diatasi.
Etika komunikasi yang baik sangat penting, baik bagi penyandang cerebral palsy maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Menghargai, berbicara dengan jelas, sabar, dan sopan, serta menunjukkan empati akan menciptakan interaksi yang saling mendukung dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang ada dalam buku ini, berikut adalah beberapa saran untuk meningkatkan interaksi sosial penyandang cerebral palsy, baik dalam lingkup pribadi, pendidikan, maupun sosial masyarakat:
- Pendidikan tentang Inklusi Sosial di Sekolah dan Komunitas:
Diperlukan pendidikan yang lebih menyeluruh tentang inklusi sosial, khususnya di kalangan teman sebaya. Sekolah dan komunitas harus mengadakan pelatihan tentang bagaimana cara berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy, menghilangkan stigma, dan menciptakan ruang yang lebih inklusif bagi mereka. Hal ini juga mencakup pelatihan kepada guru dan staf sekolah agar dapat mendukung keberhasilan sosial dan akademik penyandang disabilitas. - Meningkatkan Dukungan Keluarga:
Keluarga memegang peran yang sangat penting dalam membantu penyandang cerebral palsy mengembangkan keterampilan sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, orang tua dan keluarga disarankan untuk terus mendukung anak atau anggota keluarga dengan cerebral palsy dalam membangun kepercayaan diri mereka dan mengajarkan keterampilan sosial. - Penggunaan Teknologi untuk Meningkatkan Aksesibilitas:
Penggunaan teknologi, seperti aplikasi AAC (Augmentative and Alternative Communication), dapat membantu penyandang cerebral palsy yang kesulitan berkomunikasi. Oleh karena itu, penting untuk memperkenalkan teknologi ini lebih luas kepada keluarga dan masyarakat agar lebih banyak penyandang cerebral palsy yang dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. - Penyuluhan kepada Masyarakat tentang Disabilitas:
Penyuluhan kepada masyarakat mengenai disabilitas dan cara berinteraksi dengan penyandang cerebral palsy sangat diperlukan untuk mengurangi stereotip dan stigma yang ada. Masyarakat perlu lebih memahami bahwa penyandang cerebral palsy memiliki kemampuan yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial, dan mereka berhak diperlakukan dengan rasa hormat yang sama. - Pembentukan Jaringan Teman Sebaya yang Mendukung:
Pembentukan kelompok atau jaringan teman sebaya yang mendukung penyandang cerebral palsy dapat sangat bermanfaat. Teman sebaya yang terlatih untuk memahami kebutuhan dan perasaan penyandang cerebral palsy dapat membantu mereka merasa lebih diterima dan terlibat dalam kegiatan sosial. Hal ini juga dapat mendorong interaksi yang lebih positif dan mengurangi rasa canggung atau eksklusi. - Peningkatan Aksesibilitas di Tempat Umum dan Pendidikan:
Selain dukungan sosial, peningkatan aksesibilitas fisik di tempat umum dan fasilitas pendidikan sangat diperlukan. Penyandang cerebral palsy yang mengalami kesulitan mobilitas memerlukan fasilitas yang ramah disabilitas, seperti akses kursi roda, ramp, dan fasilitas lainnya yang mendukung keberagaman kebutuhan.